Jakarta, CNBC Indonesia – Masyarakat dihebohkan dengan besaran Tunjangan Hari Raya (THR) yang menjadi lebih kecil akibat adanya potongan pajak penghasilan (PPh). Ini merupakan konsekuensi dari skema perhitungan potongan PPh Pasal 21 yang sejak 1 Januari 2024 menggunakan skema tarif efektif rata-rata atau TER.
Adapun skema tersebut memperhitungkan potongan PPh berdasarkan penghasilan yang diterima pada masa pajak selain masa pajak terakhir, yakni Januari-November. Hal ini sebagaimana disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti.
Menurutnya, jumlah pajak yang dipotong pada bulan diterimanya THR lebih besar dibandingkan bulan lainnya karena komponen penghasilan yang diterima pegawai bertambah.
“Jumlah PPh pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar sebab terdiri dari komponen gaji dan THR,” ucapnya melalui keterangan tertulis, Rabu (27/3/2024).
Meski begitu, Dwi menegaskan, penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Hal itu karena TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari-November.
Nantinya pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari sampai November. Dengan begitu beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama.
Ia mencontohkan, untuk kasus wajib pajak menerima THR, dengan metode penghitungan PPh pasal 21 sebelum TER, maka pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif pasal 17 yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR. Sedangkan dengan penerapan TER, pemberi kerja tinggal menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan dikali tarif sesuai tabel TER.
Simulasi Skema Baru Pajak
Untuk lebih jelasnya, Ditjen Pajak atau DJP telah membuat contoh, sebagaimana berikut:
Seorang pegawai tetap yang bekerja penuh selama setahun memiliki gaji Rp 5 juta dan mendapatkan beberapa penghasilan lain seperti THR, bonus, dan uang lembur.
Pegawai itu menerima THR pada April sebesar Rp 5 juta, lalu uang lembur Rp 500 ribu pada Februari, Mei dan November. Premi JKK dan JKM tiap bulannya ialah Rp 40 ribu, sehingga total penghasilan bruto adalah sebesar Rp 71,98 juta.
Dari total itu, dihitung pajaknya menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) sesuai tabel dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58/2023 jo. PMK 168/2023. Dengan demikian, saat penghasilannya hanya berupa gaji, potongan pajaknya Rp 0 karena penghasilan brutonya tak terkena tarif TER.
Namun, ketika seperti pada April mendapatkan THR, menyebabkan penghasilan brutonya menjadi Rp 10.040.000, termasuk premi JKK dan JKM, maka masuk kategori tarif TER sebesar 2%, sehingga potongan pajaknya menjadi Rp 200.800.
Namun, untuk akhir masa pajak atau Desember diperhitungkan sesuai dengan ketentuan pasal 17 UU PPh jo UU Ciptakerja dikurangi akumulasi TER Januari-November.
Dengan demikian, total penghitungannya ialah penghasilan bruto setahun Rp 71,98 juta dikurangi biaya jabatan setahun (5% dari penghasilan bruto atau maksimum Rp 6 juta sehingga senilai Rp 3.599.000, lalu dikurang iuran pensiun 1.200.000. Dengan begitu penghasilan neto setahun Rp 67.181.000.
Penghasilan neto setahun itu lalu dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak PTKP sesuai tabel kawin dan tanggungan, untuk memperoleh penghasilan kena pajaknya yang senilai Rp 8,68 juta.
Setelah itu dikurangi dengan perhitungan lapisan PPh Pasal 21 terutang setahun untuk dikalikan dengan penghasilan kena pajak. Lapisan tarif pegawai itu masuk ke dalam golongan tarif 5%, sehingga 5% x Rp 8.681.000 sehingga total PPh Pasal 21 terutang setahun Rp 434.050.
Adapun PPh Pasal 21 terutang dari Januari sampai dengan November adalah Rp 443.150, sehingga PPh Pasal 21 terutang khusus untuk Desember ada lebih bayar Rp 9.100.
Artikel Selanjutnya
Menaker Warning Perusahaan: THR Tidak Boleh Dicicil!
(miq/miq)