Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia (BI) menegaskan pelemahan rupiah hari ini merupakan dampak dari pelemahan yuan China. Rupiah tercatat melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi di atas konsensus pasar.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,22% di angka Rp15.885/US$. Pelemahan ini semakin memperpanjang tren depresiasi tiga hari beruntun.
Sementara DXY pada pukul 14:54 WIB turun ke angka 104,52 atau melemah 0,02%. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin yang berada di angka 104,54.
Edi Susianto, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter, mengungkapkan kondisi ini juga dipengaruhi oleh repatriasi dividen dari dalam negeri yang mendorong permintaan dolar AS, serta arus keluar. BI juga mengaku rilis data inflasi Maret 2024 yang berada di atas ekspektasi pasar, ikut memberikan dampak. Kendati demikian, Edi memastikan BI tetap berada di pasar.
“BI terus masuk pasar, untuk menjaga agak terdapat keseimbangan supply demand valas di market,” tegasnya kepada CNBC Indonesia.
Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menilai pergerakan rupiah tersebut dipicu oleh permintaan tinggi dolar AS di dalam negeri. Mulai dari untuk kebutuhan impor BBM jelang Lebaran atau Idul Fitri 2024 hingga musim pembagian dividen.
“Yang membuat Rupiah melemah karena permintaan dolar tinggi untuk impor BBM, maupun hot money outflow, serta permintaan dolar domestik meningkat saat ada musim pembagian dividen,” kata Myrdal kepada CNBC Indonesia, Senin (1/4/2024).
Kendati rupiah nyaris menyentuh level Rp16.000/US$, namun Myrdal meyakini rupiah tidak akan ambles ke area tersebut, karena stabilitas eksternal Indonesia masih terjaga, hingga suku bunga acuan BI Rate masih stabil di level tinggi.
Artikel Selanjutnya
Nah! 5 Cara Ini Bisa Selamatkan Rupiah di 2024
(haa/haa)