Jakarta, CNBC Indonesia – Bantuan sosial (bansos) menjadi salah satu persoalan yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2024.

Baik kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun Ganjar Pranowo- Mahfud MD, mengungkapkan politisasi bansos oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai bentuk kecurangan dalam Pilpres.

Bagaimana tanggapan Jokowi?

“Saya enggak mau mengomentari apapun yang berkaitan dengan MK,” ungkap Jokowi kepada wartawan di Bandara Halim Perdanakesuma, Jakarta, Rabu (3/4/2024)

Sebelumnya, salah satu ahli yang diajukan Ganjar-Mahfud adalah Frans Von Magnis atau yang akrab disapa Romo Magnis menyatakan bansos bukan milik presiden, melainkan milik bangsa Indonesia yang pembagiannya menjadi tanggung jawab kementerian yang bersangkutan dan ada aturan pembagiannya.

“Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko. Jadi itu pencurian ya pelanggaran etika,” kata Romo Magnis.

“Itu juga tanda bahwa dia sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatan sebagai presiden bahwa kekuasaan yang dia miliki bukan untuk melayani diri sendiri, melainkan melayani seluruh masyarakat,” lanjutnya.

Kepala Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk pada sidang tersebut menuturkan banyak studi yang memperlihatkan bansos merupakan instrumen yang lazim dalam sebuah negara. Terdapat banyak pertimbangan terkait hal tersebut, misalnya sebagai bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net) hingga upaya menyejahterakan masyarakat.

“Tapi di lain pihak secara politis ini problematik karena tentu yang punya otoritas untuk menyalurkan ini adalah petahana tentunya dan ini tidak dimungkinkan oleh kontestan lain yang tidak dalam posisi petahana,” ujar Hamdi.

Dia mengatakan, banyak studi yang memperlihatkan pengaruh bansos terhadap perilaku pemilih. Stokes et all menggunakan istilah Clientalism Politics yang berarti instrumen dukungan yang dipakai sedemikian rupa direkayasa untuk memengaruhi pemilih.

“Tentu timing penerima manfaat bisa diarahkan supaya menguntungkan pihak yang memberi itu dalam konteks ini biasanya yang sering distudi adalah petahana atau parpol atau calon yang satu kubu dengan petahana. Itu yang disebut Clientalism Politics,” kata Hamdi.

Saksi ahli dari Tim Anies Baswedan, Faisal Basri menuding sejumlah menteri dalam Kabinet Indonesia Maju memakai politik gentong babi (pork barrel politics) demi memenangkan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024. Dalam kesempatan itu, Faisal menyampaikan paparan bertajuk “Bansos Menjelang Pemilu 2024 Sangat Ugal-Ugalan untuk Memenangkan Prabowo-Gibran”.

Mengawali paparannya, Faisal menjelaskan politik gentong babi atau pork barrel politics. Teori ini, menurut dia, berkembang di Amerika Serikat (AS), walau dalam konteks di Indonesia, ada perbedaan.

“Kalau di sana umumnya dilakukan oleh anggota DPR baik Senat maupun Kongres yang ingin terpilih kembali, mereka memasukkan proyek-proyek yang menggelontorkan uang banyak di daerah konstituennya, di distrik mereka itu, agar terpilih kembali. Sedemikian makin parahnya keadaan itu membuat sampai ada NGO yang khusus memelototi pork barrel ini karena memang membiaskan demokrasi,” ujar Faisal.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Catat! Jokowi Bakal Bagi-bagi Beras Gratis Sampai Maret 2024


(mij/mij)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *