Jakarta, CNBC Indonesia – Maskapai penerbangan global menghadapi gangguan penerbangan pada hari Senin (15/4/2024) setelah serangan rudal dan drone Iran terhadap Israel semakin mempersempit pilihan bagi pesawat udara untuk terbang di antara langit Eropa dan Asia.
Seperti diketahui, serangan Iran terhadap Israel pada Sabtu malam (13/4/2024) menggunakan lebih dari 300 rudal dan drone, yang sebagian besar diklaim ditembak jatuh oleh sistem pertahanan rudal Israel yang didukung Amerika Serikat.
Akibatnya, setidaknya belasan maskapai penerbangan global harus batal atau mengubah rute penerbangan selama dua hari terakhir, termasuk Qantas, Lufthansa Jerman, United Airlines, dan Air India.
Mengutip Reuters, Senin (15/4/2024), ini merupakan gangguan terbesar terhadap perjalanan udara sejak serangan terhadap World Trade Center pada 11 September 2001 lalu, menurut Mark Zee, pendiri OPSGROUP, yang memantau wilayah udara dan bandara. Ia juga menilai gangguan tersebut kemungkinan akan berlangsung beberapa hari lagi.
“Sejak saat itu, kita belum pernah menghadapi situasi di mana banyak wilayah udara ditutup secara berurutan, dan hal ini menciptakan kekacauan,” kata Zee kepada Reuters, Senin (15/4/2024).
Masalah penerbangan terbaru ini merupakan pukulan bagi industri yang sudah menghadapi sejumlah pembatasan akibat konflik antara Israel dan Hamas, serta Rusia dan Ukraina.
Wilayah udara Iran digunakan oleh maskapai penerbangan yang melakukan perjalanan antara Eropa dan Asia dan maskapai tersebut akan dibatasi pada dua rute alternatif yang memungkinkan, baik melalui Turki atau melalui Mesir dan Arab Saudi, kata Zee.
Israel menutup wilayah udaranya pada hari Sabtu, sebelum membukanya kembali pada hari Minggu pagi. Yordania, Irak, dan Lebanon juga melanjutkan penerbangan di wilayah mereka.
Maskapai penerbangan besar Timur Tengah, termasuk Emirates Airlines, Qatar Airways dan Etihad Airways, mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka akan melanjutkan operasi di wilayah tersebut setelah membatalkan atau mengubah rute beberapa penerbangan.
Belum jelas apakah kerusuhan terbaru ini akan berdampak pada permintaan penumpang, yang tetap tinggi meskipun terjadi konflik di Ukraina dan Gaza, kata Brendan Sobie, analis penerbangan independen.
“Jika situasi politik dan konflik terus meningkat maka suatu saat masyarakat akan khawatir untuk bepergian, namun sejauh ini hal tersebut belum terjadi,” kata Sobie.
Artikel Selanjutnya
Diminta Israel, Dewan Keamanan PBB Gelar Pertemuan Darurat Hari Ini
(wia)