Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Umum Asosiasi Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Franciscus (Franky) Welirang menyebut aturan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2023 mengancam ketersediaan stok tepung terigu nasional.
Pasalnya, Permendag itu menetapkan ketentuan baru soal impor premiks fortifikan, dari semula cukup dengan Laporan Surveyor (LS), kini harus dengan persetujuan impor. Menurutnya, kebijakan itu sangat berdampak pada ketersediaan premiks fortifikan untuk kebutuhan industri terigu nasional.
Sementara, sesuai aturan, produksi tepung terigu harus dengan fortifikasi, atau penambahan vitamin dan zat mineral. Sebagaimana ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tepung terigu yang diberlakukan secara wajib lewat Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 1/2021 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan Secara Wajib. Yang menetapkan, untuk produksi tepung terigu (HS 1101.00.11 dan Ex. 1101.00.19) wajib memenuhi SNI 3751:2018.
Dalam hal ini, premiks fortifikan yang dibutuhkan industri tepung terigu di dalam negeri adalah zat gizi mikro seperti zat besi (Fe), zink (Zn), asam folat, vitamin B1 dan vitamin B2.
“Kami tidak mungkin memasarkan tepung terigu ke masyarakat tanpa adanya Premiks Fortifikasi. Karena itu adalah aturan wajib pemenuhan hak-hak konsumen yang tidak boleh kami langgar. Kami industri tepung terigu nasional yang taat konstitusi,” kata Franky dalam keterangan resmi, Rabu (17/4/2024).
“Perlu kami sampaikan dan tegaskan, kalau ketersediaan premiks fortifikan dari setiap anggota kami industri terigu nasional ketersediaanya cukup untuk bulan April 2024 sampai dengan bulan Juni 2024. Jika belum ada solusi pengadaan Premiks Fortifikan sampai dengan bulan April ini, hampir bisa dipastikan pasokan tepung terigu nasional akan berkurang lebih dari 50%,” tambahnya.
Jika pasokan terigu di dalam negeri berkurang drastis, imbuh dia, bukan tak mungkin memicu kenaikan harga tepung terigu di pasar.
“Kasihan masyarakat kita,” tukasnya.
“Aptindo sudah berkirim surat kepada Pemerintah melalui berbagai instansi terkait sejak bulan Maret lalu. Bahkan surat pertama Aptindo langsung ditujukan kepada Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan. Tapi sampai sekarang, sudah hampir 2 bulan, belum ada balasan,” ujar Franky.
Tak hanya itu, dia mengaku, belum pernah mendapat arahan yang jelas dan pasti soal perubahan aturan impor pengadaan Premiks Fortifikan tersebut.
“Bahkan tidak ada jawaban yang pasti. Dan yang pasti akan semakin sulit karena prosedur administrasi makin panjang dan butuh waktu lama bisa sampai berbulan-bulan. Sementara produksi tepung terigu harus jalan terus,” kata Franky.
Posisi Stok Premiks Fortifikan
Berdasarkan data yang dihimpun Aptindo per 25 Maret 2024, ada sejumlah perusahaan terigu nasional yang terancam mengalami kelangkaan stok Premiks Fortifikan. Ia menyebutkan, ada PT ISM Tbk, divisi Bogasari yang diperkirakan ketersediaannya hanya sampai bulan April 2024 ini.
Kemudian, ada PT Sriboga Flour Mills, Carestar Group, Wilmar Group, PT Eastern Pearl Flour Mills, PT Golden Gran Mills yang diperkirakan ketersediaannya hanya sampai bulan Mei 2024 mendatang.
Berikut daftar perusahaan terigu nasional yang terancam mengalami kelangkaan stok Premiks Fortifikan berdasarkan data yang dihimpun Aptindo:
1. PT ISM Tbk, divisi Bogasari perkiraan ketersediaan Premiks Fortifikan sampai April 2024
2. PT Sriboga Flour Mills perkiraan ketersediaan Premiks Fortifikan sampai Mei 2024
3. Carestar Group (4 pabrik) perkiraan ketersediaan Premiks Fortifikan sampai Mei 2024
4. Wilmar Group (4 pabrik) perkiraan ketersediaan Premiks Fortifikan sampai Mei 2024
5. PT Eastern Pearl Flour Mills perkiraan ketersediaan Premiks Fortifikan sampai Mei 2024
6. PT Golden Gran Mills perkiraan ketersediaan Premiks Fortifikan sampai Mei 2024
7. PT Bungasari Flour Mills perkiraan ketersediaan Premiks Fortifikan sampai Juni 2024.
Perlu diketahui, produksi industri terigu nasional tahun 2023 sekitar 6,8 juta metrik ton tepung terigu atau setara dengan 8,7 juta metrik ton gandum. Ini sama dengan kebutuhan tepung terigu di kisaran 550 ribu – 600 ribu metrik ton per bulannya untuk diolah menjadi berbagai jenis makanan. Sementara itu, kebutuhan akan Premiks Fortifikan (HS 2106.90.73) ada sekitar 1.500-1.800 metrik ton per tahun.
Mengutip situs resmi Aptindo, ada 15 perusahaan tepung terigu yang jadi anggota Aptindo. Sementara itu, ada 30 pabrik tepung terigu di dalam negeri, sebanyak 8 unit diantaranya milik perusahaan bukan anggota Aptindo.
“Sebagai catatan, kapasitas produksi seluruh anggota Aptindo sama dengan sekitar 95 persen kebutuhan tepung terigu nasional,” pungkas Franky.
Artikel Selanjutnya
Tak Semua Barang Pekerja Migran yang “Ditahan” Boleh Keluar, kok bisa?
(dce)